Beranda | Artikel
Keridhaan kepada Allah dan Ketetapan-Nya
20 jam lalu

Keridhaan kepada Allah dan Ketetapan-Nya merupakan kajian Islam yang disampaikan oleh: Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Amalan-Amalan Hati. Kajian ini disampaikan pada Jumat, 19 Rabiul Awwal 1447 H / 12 September 2025 M.

Kajian Tentang Keridhaan kepada Allah dan Ketetapan-Nya

Para ulama telah sepakat bahwa keridhaan hukumnya mustahab (sangat dianjurkan). Bahkan sifat mustahab tersebut masuk kategori muakkad, yakni sangat ditekankan. Namun, para ulama berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya keridhaan ini. Ada yang berpendapat wajib, ada pula yang mengatakan mustahab. Meski demikian, tidak diragukan bahwa semua sepakat keridhaan adalah perkara yang sangat dianjurkan, dicintai oleh Allah, dan sangat mulia dalam agama ini.

Beliau kemudian menjelaskan bagaimana cara meraih keridhaan tersebut.

Beliau berkata: “Di antara sebab yang paling utama untuk mewujudkan keridhaan adalah senantiasa melazimi apa yang Allah jadikan keridhaan-Nya ada di dalamnya.”

Maksudnya, seorang hamba harus meridhai apa yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua kebaikan, aqidah yang benar, amal shalih, dan akhlak mulia adalah sesuatu yang diridhai oleh Allah. Sebaliknya, semua kejelekan dan kejahatan adalah sesuatu yang dimurkai oleh Allah.

Oleh karena itu, apabila seorang hamba ingin sampai pada derajat keridhaan kepada Allah, maka hendaklah ia mengikuti, melaksanakan, dan menjalani segala sesuatu yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu akan mengantarkan seorang hamba kepada derajat keridhaan yang tinggi, karena ia senantiasa melazimi apa yang diridhai oleh Allah. Dengan keridhaan seorang hamba kepada apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah, maka Allah pun akan meridhai dirinya.

Beliau menukil sebagian dari perkataan ulama salaf, yaitu Yahya bin Mu‘adz Rahimahullah. Beliau ditanya tentang kapan seseorang sampai pada maqam ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Beliau menjelaskan bahwa hal itu terjadi apabila dalam hidupnya ia melaksanakan empat perkara.

  • Pertama, apabila Allah Subhanahu wa Ta‘ala memberi seorang hamba, maka ia menerima pemberian Allah. Itulah yang terbaik.
  • Kedua, apabila seorang hamba terhalang dari mendapatkan apa yang menjadi keinginannya, maka ia ridha, karena itulah pilihan Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
  • Ketiga, apabila Allah Subhanahu wa Ta‘ala tidak memenuhi semua yang dibutuhkan atau diinginkan oleh hamba tersebut, maka ia tetap beribadah kepada-Nya.
  • Keempat, apabila Allah Subhanahu wa Ta‘ala menyeru dan memanggil seorang hamba, maka ia segera memenuhi seruan tersebut.

Artinya, menerima/ridha, senantiasa beribadah kepada Allah dalam kondisi apa pun, dan bergegas memenuhi seruan-Nya merupakan pilar yang dibangun di atas sifat keridhaan. Dengan pilar tersebut, seorang hamba akan mampu meraih sifat ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Kemudian Al-Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah menjelaskan bahwa bukanlah syarat keridhaan seseorang harus terbebas dari rasa sakit atau sesuatu yang tidak menyenangkan. Seorang hamba bisa saja mendapatkan cobaan dan ujian, lalu ia tetap ridha kepada takdir Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Bukanlah syarat keridhaan, kata beliau, bahwa seseorang tidak merasakan sakit atau tidak nyaman. Syarat keridhaan adalah seorang hamba tidak menentang hukum Allah dan tidak membenci takdir-Nya. Allah telah mentakdirkan sesuatu, dan pilihan Allah pasti mengandung hikmah. Jangan sampai seorang hamba menolak keputusan Allah ‘Azza wa Jalla, apalagi sampai membencinya.

Adanya rasa sakit atau ketidaknyamanan bukanlah penghalang dari sifat ridha. Ibnu Qayyim mencontohkan, seorang yang sakit harus minum obat. Obat itu pahit dan tidak enak, tetapi ia tetap menerimanya karena itulah sebab kesembuhannya. Begitu juga seorang yang berpuasa di hari yang terik, ia merasakan haus dan lapar yang luar biasa, namun tetap bertahan karena itu perintah Allah.

Demikian pula seorang mujahid di jalan Allah. Ia menghadapi kesulitan, ancaman, bahkan kematian. Namun ia tetap ridha, karena jihad adalah ibadah dan kewajiban untuk menegakkan agama Allah serta membela kebenaran.

Ibnu Qayyim juga menjelaskan bahwa jalan keridhaan itu singkat dan dekat, tidak panjang serta tidak jauh. Jalan itu akan mengantarkan seorang hamba kepada tujuan paling mulia, yaitu keridhaan Allah.

Namun, di dalamnya tetap ada rintangan dan kesulitan, meskipun tidak seberat kesulitan dalam jihad. Akan tetapi, dengan kesabaran dan keridhaan, seorang hamba akan sampai pada tujuan tertinggi, yaitu ridha Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Untuk menempuh jalan keridhaan itu, kita membutuhkan tiga hal; semangat yang tinggi, jiwa yang suci, dan menyadarkan diri bahwa semua yang dihadapi merupakan keputusan Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Tanpa tiga hal ini, sulit baginya mencapai keridhaan. Ia akan mudah mengkritisi, bahkan bisa sampai membenci takdir Allah.

Namun, apabila seorang hamba memiliki semangat yang tinggi, jiwa yang bersih, dan kesadaran untuk meridhai apa yang ditakdirkan Allah Subhanahu wa Ta‘ala, maka ia akan dimudahkan untuk menapaki jalan keridhaan tersebut.

Download MP3 Kajian Keridhaan kepada Allah dan Ketetapan-Nya


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55580-keridhaan-kepada-allah-dan-ketetapan-nya/